Ikhlas dan Adil
Oleh Prof. Dr. H. Achmad Satori Ismail*
Ù‚ُÙ„ۡ Ø£َÙ…َرَ رَبِّÛŒ بِٱلۡÙ‚ِسۡØ·ِۖ ÙˆَØ£َÙ‚ِیمُوا۟ ÙˆُجُوهَÙƒُÙ…ۡ عِندَ ÙƒُÙ„ِّ Ù…َسۡجِدࣲ Ùˆَٱدۡعُوهُ Ù…ُØ®ۡÙ„ِصِینَ Ù„َÙ‡ُ ٱلدِّینَۚ ÙƒَÙ…َا بَدَØ£َÙƒُÙ…ۡ تَعُودُونَ
"Katakanlah: "Tuhanku menyuruh berbuat adil". Dan: "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap shalat dan berdo'alah kepada Allah dengan mengikhlaskan diri kepadaNya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (Al-A'raaf: 29).
Ayat ini berisi perintah yang ditujukan pertama kali kepada Rasulullah saw, selaku contoh dan teladan terbaik (uswah hasanah) bagi seluruh umat.
Isi perintahnya: berlaku adil, menghadap Allah (kiblat) saat shalat, serta beribadah dan berdo'a kepada Allah dengan penuh keikhlasan. Diingatkan pula akan awal dan akhir kehidupan manusia yang sama; berasal dari tanah dan akan kembali ke dalam tanah, kemudian menghadap Allah swt untuk pertanggungan jawab.
Kunci dari berlaku adil dan shalat adalah keikhlasan. Seorang yang mukhlis akan mampu selalu berbuat adil dan memelihara shalat-shalatnya.
Sedang seorang yang curang dan zalim, selalu dibayangi dengan kepentingan duniawi. Orientasi dan tujuan hidupnya sudah tidak untuk Allah, dan karena Allah swt.
Adil terhadap diri sendiri, keluarga, lembaga, dan semua manusia, khususnya yang paling dekat dengannya.
Umar bin Khattab ra pemimpin yang ikhlas dan adil berdo'a: “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku amal yang shalih, jadikanlah seluruh amalku ikhlas hanya mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalku tersebut karena orang lain
*Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia,
0 Komentar