Berita Terbaru

header ads

IPB Dorong Pengembangan Wisata Berbasis Budaya Khas Kasepuhan Citorek di Lebak, Banten

Kesepuhan Citorek. (lebakunique.id)


Bogor, 11 Juni 2021. Tim peneliti dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University kunjungi Resort PTNW Cibedug, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, (6/6). Kunjungan ini merupakan bagian dari penelitian pemberdayaan masyarakat berbasis budaya dalam konteks pariwisata yang didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi.

“Selama satu tahun ke depan, tim peneliti yang terdiri atas dua dosen, dua asisten dan tiga mahasiswa ini akan berfokus pada masyarakat adat Kasepuhan Citorek. Penelitian ini akan mendorong pengembangan wisata berkelanjutan di Desa Citorek Kidul, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten melalui kemitraan dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak,” ujar Peneliti Etnobiologi IPB University, Dr Syafitri Hidayati.

Menurutnya, kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat memegang peranan penting dalam kelestarian. Kearifan lokal tersebut dapat berupa ide, pemikiran, karya, peralatan, maupun konsep dalam pengelolaan biodiversitas, lingkungan alam, serta lingkungan budayanya.

Dr Eva Rachmawati, yang juga Dosen IPB University menuturkan bahwa Citorek yang berada dalam kawasan konservasi dipilih sebagai lokasi penelitian karena adat budayanya lebih kental dengan kelembagaan yang khas. Desa ini sudah memiliki potensi wisata dan semakin diperkuat dengan adanya modal sosial berupa inisiasi masyarakat dalam pembentukan kelompok sadar wisata (pokdarwis).

“Manajemen pengelolaan dan pengkajian nilai-nilai adat perlu dilakukan untuk membantu mengembangkan wisata berkelanjutan,” ujar Peneliti Bidang Sosial Budaya IPB University ini.

Menurut M Desna Noronhae, Penyuluh SPTN Wilayah I Lebak, kasepuhan tersebut merupakan bagian dari Kasepuhan Masyarakat Adat Banten Kidul. Masyarakatnya masih menerapkan budaya serta nilai kearifan lokal warisan leluhurnya sehingga memiliki potensi wisata alam dan budaya yang sangat tinggi. Desa tersebut juga masih memiliki struktur lembaga adat yang aturannya masih mengikat tata kehidupan sosial-tradisional masyarakat.

“Penelitian ini menjadi sangat diharapkan keberhasilannya, mengingat aktivitas wisata yang berbasis budaya justru belum terlihat. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan wisata berkelanjutan diharapkan dapat memberikan dampak positif baik dari aspek sosial, ekonomi, psikologis, politik, dan lingkungan,” ujarnya.

Hingga saat ini, masyarakat adat Desa Citorek masih mempertahankan tata cara bertani tradisional yang diwariskan secara turun temurun. Setiap tahunnya, upacara seren taun dilakukan secara meriah sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang diperoleh masyarakat dan penanda awal tahun pertanian dalam tradisi sunda.

Selain itu, Gunung Luhur yang dijuluki sebagai “Negeri di Atas Awan” merupakan salah satu potensi wisata alam yang terletak di Desa Citorek Kidul. Hamparan awan dapat dinikmati dari atas gunung tersebut pada waktu tertentu di pagi hari. Wisatawan dapat menginap pada beberapa penginapan yang ada di kawasan tersebut atau mendirikan tenda kemah agar tidak melewatkan pemandangan awan di pagi hari. Meskipun masih terbilang sebagai destinasi wisata baru, sempat terjadi lonjakan pegunjung di kawasan tersebut hingga mencapai 30.000 orang.

Rustandi, Kepala BPD Desa Citorek Kidul menyampaikan bahwa masyarakat desa sebagai pengelola wisata justru merasa senang dan bersikap terbuka terhadap berbagai pihak yang memberikan masukan untuk pengembangan wisata di Gunung Luhur. 

Posting Komentar

0 Komentar